Menguak Tabir
Menyingkap Masalah


Dibawah ini aku mencoba menarik kesimpulan, mengungkapkan beberapa kemungkinan akar penyebab, "biang kerok" dari masalah-masalah kejiwaan dan perasaan rendah diriku.

 Faktor Internal

  • Sikap dan penilaianku terhadap diri sendiri

      Salah satu penyebab rasa rendah diriku mungkin karena aku selalu berpikir negatif terhadap diriku sendiri. Aku terlalu fokus melihat kekurangan dan kelemahan diri hingga mengabaikan kelebihan dan potensi ( sisi positif ) diriku.

  • Watak dan kepribadian

      Watakku yang pendiam, pemalu, senderung tertutup dan lebih suka menyendiri, menjadi lahan yang subur untuk tumbuh dan berkembangnya rasa rendah diri

Petanyaanya, apakah orang yang berwatak pendiam dan pemalu selalu rendah diri? Sebagian mungkin, ya, sebagian, tidak.

Aku sering memperhatikan orang-orang yang berwatak pendiam seperti aku, mereka memperlihatkan sikap percaya diri, bahkan ada yang terlihat sangat percaya diri.
Mereka sepertinya tidak terlalu mempersoalkan tentang kelemahan dirinya dan menerima apa adanya diri mereka.
Itulah mungkin kata kuncinya, menerima diri apa adanya.

Menurut John Powell dalam bukunya Happiness Is an Inside Job, menerima diri sendiri mengandung arti kepuasan yang penuh suka cita menjadi saya.
Salah satu ciri orang yang menerima diri sendiri adalah tidak membandingkan dirinya dengan orang lain. Para ahli mengatakan, dengan membandingkan diri berarti matinya rasa kepuasan diri yang sejati.

Ada sepuluh tanda yang menurut John Powell tampak dalam diri orang-orang yang menerima diri mereka seperti apa adanya.
Dengan mengetahui tanda-tanda ini, kita (terutama saya) bisa belajar untuk menerima diri sendiri apa adanya, siapapa pun kita. Cantik atau jelek, pintar atau bodoh, atau biasa-biasa saja.

    Selengkapnya


 Faktor Eksternal

Faktor ini sebenarnya hanya merupakan penyebab relatif—bukan penyebab sebenarnya—problem-problem kejiwaanku.

Menurut teori A-B-C, sistem psikoterapi TER (Terapi Emotif Rasional) yang dirancang dan dikembangkan oleh
Dr Albert Ellis, seorang psikolog klinis Amerika di tahun 1955, penderitaan mental tidak langsung diakibatkan oleh masalah-masalah yang menimpa kita (faktor eksternal) tetapi dari pendapat irasional dan keliru yang kita miliki.

( Think Your Way to Happiness, Dr Windy Dryden & Jack Gordon, 1990 )

    Selengkapnya    mengenai teori A-B-C


Pola asuh orang tua dan lingkungan keluarga (menurutku) merupakan faktor eksternal yang paling berpengaruh terhadap perkembangan mentalku.
Seberapa besar pengaruh pola asuh orang tua dan lingkungan keluarga terhadap perkembangan mental seseorang? Berikut kutipan pendapat beberapa psikolog, psikiater dan praktisi kesehatan mental mengenai hal tersebut.

"Self esteem (percaya diri) tak datang sendiri, ia dibentuk dan dipupuk," kata Tika Bisono, psikolog. Tika sepakat jika orang tua berperan besar dalam menumbuhkan rasa percaya diri anak sejak dini. "Orang tua yang terbiasa membangun rasa percaya diri anak, akan meraih manfaatnya pada masa depan."

Menurut psikolog dan pemerhati masalah keluarga Dra Fauzia Aswin Hadis, orang tua yang terbiasa memuji anak dengan proporsional akan membentuk rasa percaya diri pada anak. Langkah lain menurut Fauzia adalah dengan memberi tanggung jawab pada si anak dalam mengerjakan sesuatu, misalnya membiasakan anak-anak merapikan sendiri kamar dan barang -barang mereka.

Sikap dan tindakan kita saat ini dipengeruhi oleh apa yang tertanam jauh di bawah sadar, yang sudah lama tertanam dalam benak. Semua itu bukan merupakan ciri khas kepribadian kita, melainkan didapatkan pada masa pertumbuhan tatkala sebagai anak kecil kita berusaha untuk menyelamatkan diri dari berbagai kejadian, demikian menurut La Rose.

    Selengkapnya    pendapat La Rose




  Home  |  < halaman 3  |   halaman 5 >>
[ 4 ]