Bambang Haryanto
Siapa Bambang Haryanto (BH)?
Kesan saya, saat pertama kali bertemu dan ngobrol denganya, BH adalah pria nyentrik namun rapi.
punya sense of humour tinggi, berpengetahuan dan berwawasan luas namun ramah dan rendah hati.
-Komentar
-Baca Komentar
|
Buka-Buka Beha
Oleh : Bambang Haryanto
KEKACAUAN. Kesebelas anak itu semua namanya memiliki akronim yang sama : BH. Saya tidak
tahu mengapa ayah saya menyukai singkatan nama BH. Konon, singkatan itu diilhami dari nama
kabinet RI di tahun 1950-an yang disebut Kabinet Burhanudin Harahap. Saat itu pula bersamaan
ketika anak pertamanya lahir. Anak pertama itu adalah saya sendiri, lahir 24 Agustus 1953,
di RS DKT, Gendengan, Solo.
Mengapa ayah saya, seorang TNI Angkatan Darat, sampai tergila-gila dengan nama kabinet ini,
sampai beliau meninggal tahun 1982, tidaklah jelas ceritanya. Walau ayah saya suka menulis
semacam biografi dirinya, berisi tanggal dan tempat penugasannya, toh nama BH bagi
anak-anaknya itu tidak juga muncul dalam biografinya tersebut.
Singkatan yang seragam itu, bila dipikir, betapa mudah menimbulkan kekacauan dalam rumah
tangga. Bayangkan bila semua anak menandai kaos kaki, baju, celana dalam sampai singlet
miliknya masing-masing, dengan tanda BH yang sama ? Mungkin setiap akan mandi pagi atau
berangkat ke sekolah yang terjadi adalah pertengkaran, saling menyalahkan, bahkan mungkin
juga perkelahian. Semuanya demi memperebutkan benda bersimbol BH yang diakui sebagai
miliknya. Bagaimana kalau kita sedang bersama, lalu mendapat panggilan dengan sebutan
yang sama pula ?
BERSAMA IBU. Bambang Haryanto (paling kiri) dalam foto tanpa data
tanggal bersama ibundanya dan ketiga BH lainnya.
|
Sukurlah, kekacauan itu belum pernah terjadi. Karena saya, saat di usia sekolah dan
tinggal di kota kecil ini hanya memiliki pakaian yang terbatas, maka masing-masing saudara
sudah saling mengetahui sepotong pakaian milik siapa. Kekurangan rupanya menjadi hal yang
mampu menyederhanakan keadaan.
GANTI NAMA. Kini, mungkin karena menuruti rumus urut tua, nama BH seolah hanya saya yang
memiliki secara eksklusif di keluarga ini. Adik saya yang menjadi wartawan Tabloid BOLA,
Broto Happy Wondomisnowo, menulis singkatan namanya dengan BHW. Adik saya lainnya,
Basnendar Heriprilosadoso, menuliskan singkatan namanya di karya-karya kartunnya : Bas.
Di tahun 1970-an, saya sempat mengubah nama saya. Saat itu saya berkuliah di Fakulas
Keguruan Teknik UNS Sebelas Maret, Jurusan Mesin. Kita punya klub gaul mahasiswa,
bergabung dengan mahasiswi dari Sastra Inggris. Klub itu kita namakan Tekssi (Teknik
Sastra Inggris). Saya punya julukan gaul saat itu sebagai Hariteksi. Ketika menulis
reportase, artikel, juga cerita pendek, saya mempergunakan nama gaul itu. Atau bila agar
lengkap, nama itu menjadi Hariteksi B. Haryanto.
Tahun 1980-an, ketika berkuliah di Jakarta, di Jurusan Ilmu Perpustakaan, Fakultas Sastra
Universitas Indonesia, saya pelan-pelan menghilangkan nama Hariteksi tadi. Lalu kembali ke
nama asal, Bambang Haryanto, sampai kini. Jadi ketika misalnya di suatu tempat aku
memperoleh sapaan Hariteksi, segera saya tahu bahwa ia kenalan pra-Jakarta, alias sebelum
1980-an !
ORANG TIDAK BIASA. Kini, dalam pelbagai saluran komunikasi di Internet, nama saya sering
muncul dengan singkatan BH. Atau : Beha. Saya tidak tahu pasti apakah sebutan ini memiliki
aura, citra dan pesan positif atau justru sebaliknya. Boleh jadi, rada unik, begitu.
Paling tidak bila dibandingkan dengan Bambang Haryanto, asal Jakarta, salah satu
kontestan seleksi penyanyi dandut Kondangin di Indosiar, yang menyebut dirinya sebagai
Hari.
Apalagi selain calon penyanyi dangdut tadi, ternyata nama saya bukanlah nama yang unik.
Silakan coba mengetikkan nama saya di mesin pencari Google (www.google.com) dan temukan
sensasi betapa tidak sedikit orang yang memiliki nama yang sama. Saya pernah menemukan
informasi Bambang Haryanto adalah pengedar shabu-shabu, pelatih kiper PSIS Semarang,
camat Puhpelem Wonogiri, pegawai Astra, notaris, guru SMP Sragen, sampai pemilik pabrik
sirop dan saus.
Nama memang boleh sama, tetapi tiap individu itu pasti memiliki keunikan. Apa keunikan
diri saya ? Pada sekitar tahun 1980-an, saya memimpikan atau mencita-citakan diri saya
sebagai orang yang tidak biasa. Kini ketika semua adik-adik saya sudah menikah, dan saya
masih tetap saja bujangan, hal tersebut jelas menunjukkan bahwa impian atau cita-cita
saya pada tahun 1980-an itu sudah menjadi kenyataan !
Wonogiri, 16 April 2005
|