Dahsyatnya Derita Fisik dan Psikis
Korban Badai Tsunami



Pasca Amuk Samudera
Oleh Sarlito Wirawan Sarwono



Samudra Hindia mengamuk. Bukan lantaran samudra itu balas dendam karena bosnya semua samudra, Imam Samudra, sedang dipenjara di Bali, tetapi karena gempa tektonik yang sudah barang tentu disebabkan oleh kehendak Imamnya segala imam, Tuhan Yang Maha Esa.

Yang jelas dari seratrus ribu jiwa melayang dan jutaan orang menderita karena luka-luka, kelaparan, kehilangan sanak keluarga, kehilangan harta miliknya, termasuk tempat tinggal, bahkan yang kehilangan ingatannya.

Maka, reaksi pun segera bermunculan, Banyak yang bertindak cepat dengan mengumpulkan sumbangan uang maupun barang dan bahan makanan, dan segera menyalurkan walaupun tekesan serabutan. Tetapi, lebih banyak lagi yang membuat bising saja, baik yang frustasi dan marah-marah khususnya kepada pemerintah dan TNI/Polri yang dinilai lamban -maupun yang bersajak-sajak atau memanjatkan doa-doa, bahkan ada juga yang membuat lagu. Sebagian bahkan bertanya kepada Tuhan, apakah maunya Tuhan? Mengapa mengazab bangsa Indonesia tidak henti-hentinya? Mengapa mencabut nyawa orang-orang tak berdosa? Apakah ini tanda peringatan atau hukuman Tuhan, atau justru tanda kasih Allah?

Tetapi, salahkah mereka? Sama sekali tdak. Begiutlah memang reaksi normal yang timbul pada situasi bencana. Menurut psikolog sosial, Tuckson, dikenal ada empat tahap kinerja kelompok dalam setiap situasi darurat, termasuk situasi bencana (disaster), yaitu: storm, form, norm, dan ferform.

*****

TAHAP pertama disebut storm, yaitu situasi saat bencana itu sendiri dan beberapa saat sesudahnya. Pada tahap ini semua orang terkejut, panik, trauma, takut, bingung dan serba beremosi negatif, seperti marah, menyesal, mencari kambing hitam, dan sebagainya. Dalam keadaan ini semua mau bertindak sendiri, baik korban yang selamat maupun para penolonganya. Akibatnya : kacau balau.

Bantuan menumpuk, tetapi tak tersalurkan. Relawan siap dibandar udara atau pelabuhan, tetapi tidak bisa berangkat jadi marah-marah. Yang sudah berangkat tiba-tiba sadar bahwa di sana mereka tidak bisa berbuat apa-apa, frustasi, menyalahkan orang lain, pemerintah, dan sebagainya.

Sementara para penyelamat sendiri kekurangan makan, minum, dan tak bisa istirahat, tambah frustasi, tambah marah, dan sebagainya. Korban yang selamat juga tidak bisa berbuat apa-apa karena kondisi meraka juga sangat parah. Bagaiamana bisa memakamkan jenazah sebegitu banyak, sedangkan mengangkat satu jenazah saja dibutuhkan empat-enam orang, padahal jumlah jenazah jauh lebih banyak dari yang hidup. Wajarlah jika hanya menyaksikan wajah-wajah bengong dan putus asa.

Tahapan berikutnya adalah tahap form (bentuk). Pada tahap ini orang-orang mulai menyadari kemampuan dan potensi masing-masing dan bagaimana mereka bisa bekerja sama, serta apa saja yang dibutuhkan. Ternyata tentara adalah yang paling bisa berfungsi dengan efektif karena mereka terlatih, terorganisasi dengan baik, dan dilengkapi dengan sarana. Setelah itu diperlukan tenaga-tenaga medik dan paramedik, teknisi-teknisi untuk rehabilitasi prasarana, kendaraan-kendaran untuk distribusi bantuan, baik melalui darat, laut, maupun udara dan sebagainya. Para penolong yang tidak bisa berfungsi dengan optimal dengan sendirinya akan tersingkir.

Setelah form, datanglah tahap norm, (norma). Disini mulai terbentuk koordinasi. Kekacauan mulai diatur. Masing-masing mulai tahu harus berbuat apa. Koordinasi terbentuk. Khususnya jika para pejabat lokal ikut menjadi korban sehingga tidak ada yang bisa mengatur di lapangan, seperti yang terjadi di Aceh.

Dalam hal ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bertindak cepat; Menko Kesra dipos-kan di Banda Aceh, dibantu KASAD dan Jendral Polisi bintang tiga; Mensos ditempatkan di Meulaboh, Gubernur Sumut mengomandani posko di Medan.

Dengan begitu sistem yang sudah hancur di NAD mulai bisa bergerak lagi. Orang-orang asing yang dalam keadaan darurat sipil dilarang masuk NAD, kecuali ada izin khusus, diperbolehkan terjun langsung ke lapangan. Dengan demikian, bantuan bisa tersalur, baik dari dan oleh relawan dalam negeri maupun dari luar negeri (termasuk kapal induk dan belasan helikopter AS yang selama ini dianggap musuh Islam), keluarga-keluarga yang hilang mulai ditemukan, tenaga medis dan teknis mulai bekerja, listrik dan telepon mulai menyala, jenazah mulai dimakamkan, jalanan bisa dilalui dan sebagaianya.

Tahap kinerja yang terakhir adalah tahap perform (menunjukan hasil). Pada Tahap ini masyarakat mulai menggeliat, kegiatan ekonomi mulai hidup lagi, korban selamat mulai membersihkan bekas-bekas rumahnya, pasien-pasien mendapat obat dan dirawat dengan baik, pemerintahan jalan lagi, pasar-pasar dan warung-warung mulai buka, demikian juga sekolah dan sebagainya. Dalam tiga-lima tahun ke depan, jika bantuan yang sangat besar dari berbagai pihak tidak terputus, NAD diharapkan akan pulih lagi.

Nah, disinlah para Psikolog mulai bisa berperan. Tugas psikolog adalah memulihkan kesehatan mental korban selamat secepat mungkin. Korban-korban selamat yang masih bengong, putus asa, karena kehilangan segalanya, pelu dimotivasi lagi agar kembali punya harapan dan bisa produktif lagi.

*****

TERLEPAS dari suara-suara pesimistis dan sinis terhadap kemmapuan pemerintah, kenyataan Indonesia termasuk sangat cepat mersespons. Hanya dalam waktu enam hari, Aceh sudah mulai masuk ke tahap perform walaupun di beberapa tempat tahap storm belum usai. Salah satu imdikasinya Adalah aktivitas warga setempat sudah mulai lagi. Dan warga sendiri sudah mulai berupaya merehabilitasi haibitatnya masing-masing.

Bantuan dari luar negeri memang sangat menolong, tetapi kekuatan masyarakat lokal sendirilah yang merupakan kekuatan inti untuk tahap perform yang akan makan waktu sedikitnya tiga hingga lima tahun sebelum bisa mendekati kondisi prastunami. Coba kita bandingkan dengan situasi Jakarta yang sampai saat ini masih ada bangunan-bangunan rusak akibat kerusuhan tahun 1988 yang belum direnovasi.

Sarlito Wirawan Sarwono
Psikolog, Guru Besar Psikologi UI
e-mail: sarwono@sarlito.com
Website: www.sarlito.net.ms



[ Home , Kembali ]