Berbagi Pengalaman


Saat kita ditimpa musibah atau kemalangan, saat Tuhan menguji keteguhan iman kita dengan derita fisik maupun psikis, kita menganggap kitalah orang yang paling menderita di dunia. Padahal kalau kita mau menengok ke kiri dan ke kanan, kita akan tahu, ternyata di luar sana lebih banyak lagi orang-orang yang harus menanggung beban penderitaan fisik maupun psikis yang jauh lebih berat daripada kita. Dan sementara kita mengeluh bahkan menyerah dalam keputusasaan, mereka menunjukan ketegaran yang mengagumkan.

Salah seorang diantara mereka berkenan berbagi pengalamannya yang luar biasa dengan kita semua. Berikut kisahnya:


Robert James Hacunda,
Pelukis Jenius Penderita Manic Depressive


Cerita kehidupan saya sangat kompleks. Saya menderita manic depressive sudah sejak kecil. Saya terlahir sebagai anak yang sangat cerdas dan hiperaktif yang sering dipukuli ayah saya karena frustrasinya berurusan dengan anak seperti saya. Mungkin juga sebagian disebabkan karena saya anak paling kecil dan paling sehat secara fisik, sedangkan kedua kakak saya yang laki-laki terlahir cacat fisik dan yg perempuan juga sangat introvert dan pemalu, yang kemudian kami ketahui bahwa dia juga menderita bipolar jenis ringan. Namun demikian dia sangat diberkahi dengan kemampuan di bidang musik. Sebagai informasi ayah saya berperang di Borneo, Indonesia, pada tahun 1940-an. Ibu saya bipolar, begitu juga nenek, dan kedua saudara perempuan dari ibu. Dua dari beberapa orang sepupu saya sudah meninggal karena kelebihan dosis obat-obat narkotik. Ibu saya meningal di usia 45 tahun, ketika saya masih berusia 18 tahun. Memang, faktor genetic merupakan faktor utama penyebab manic depressive.

Saya sendiri pernah keluar masuk rumah sakit selama dua tahun sebagai pasien luar. Dipertengahan usia 30-an, dan beberapa kali juga sewaktu saya masih berumur 20-an. Saya menderita manic depressive jenis Mix Rapid Cycle dan sudah melewati berbagai pengobatan yang tak terhitung jumlahnya. Menjadi mimpi buruk yag tak terkira, dimana efek-efek samping dari obat-obatan yang saya pakai telah merusak juga sistem saraf saya. Merusak hubungan saya dengan keluarga, sahabat-sahabat, dan merusak hampir seluruh hidup saya.

Saya berasal dari New York, AS. Saya seorang pelukis dan akan berkarya di Bali. Usia saya sekarang 47 tahun, dan saya telah mengalami kesembuhan yang sangat luar biasa setelah saya bertemu dengan seseorang yang sekarang menjadi calon istri saya, Jane Chen. Sekarang saya mulai tinggal di Indonesia. Jane chen, memang sebuah "pusaka absolut" dalam hidup saya. Dan saya harus melewati jalan-jalan kegelapan dan ketidakwarasan sebelum saya menemukan dia. Dia hadir dalam kehidupan saya disaat saya sudah siap untuk mangambil langkah 'major' yg selanjutnya, dimana saya benar-benar menginginkan, bahkan yang lebih penting, mempunyai harapan bahwa saya dapat menemukan kedamaian.

Saya telah mengurangi pengobatan saya menjadi separuh. Saya juga sudah berhenti sama sekali dari kelakuan-kelakuan yang merusak diri sendiri, yang memang menjadi ciri-ciri perilaku penderita manic depresive. Saya juga sudah banyak menolong penderita bipolar yang lain dimasa lalu saya dan berharap bisa melanjutkan misi tersebut dimana pun saya bisa melakukannya. Karena memang kita semua adalah teman, dimanapun kita berada, terlebih bahwa saya sudah diberkahi dengan kesembuhan-kesembuhan selama satu tahun terakhir ini. Kesehatan saya sudah mulai pulih perlahan-lahan. Saya sedang mencicil tulisan saya mengenai "Hubungan antara Manic depressive dengan Jenius Kreatif".

Saya menemukan jalan mengatasi manic depressive melalui kegiatan-kegiatan kreatif. Di barat (AS) banyak sekali tersedia tulisan-tulisan atau buku-buku tentang hubungan manic depressive dengan jenius yg kreative. Seringkali saya berada dalam situasi yang sangat berbahaya, dan sangat beruntung sekali saya bisa lolos dari situasi-situasi tersebut. Karena itu, melukis bagi saya adalah suatu tempat yang 'aman' untuk persembunyian saya. Dunia luar sangat tidak ril buat saya. Dan bersamaan dengan itu dunia 'dalam' yang saya 'eksplor' dalam karya saya menjadi lebih nyata. Bahayanya seseorang dalam situasi-situasi ini menjadi kehilangan kontak dengan dunia nyata dan menciptakan penderitaan mereka sendiri dalam pelarian tersebut.

Saya pun banyak sekali membaca tentang manic depressive, apa pun yang bisa saya temui, termasuk juga pendidikan dasar psikologi. Saya bisa 'survive' seperti itu, walaupun dalam keadaan yang sangat kacau sekali pun selama betahun-tahun, sampai hampir usia 30-an. Di usia ini siklus saya menjadi semakin cepat dan cepat. Dan pada jenjang dimana sudah empat orang dari beberapa sahabat saya yang mengakhiri hidupnya denagn bunuh diri, saya berhenti melukis karena saya semakin menjadi 'manic'. Latihan fisik berlebihan dan tidak makan secara teratur, kecanduan obat-obat penenang sampai saya berakhir di rumah sakit. Saya juga manjadi anorexic dan saya diberi obat antipsychotic yang sangat tinggi untuk memperlambat siklus manic depressive saya, yang dikemudian hari memakan waktu 6 tahun untuk melepaskan diri dari obat-obatan tersebut. Yang juga efek sampingannya sangat jelek, yaitu telah merusak sistem saraf sentral saya. Dan salah satu efek samping lainya yang terjadi adalah berat badan saya yg atletis dan ideal membengkak, bertambah 40 kg. Setelah 3 tahun absen, baru saya mulai melukis lagi.

Saya pernah harus menggunakan 9 jenis obat-obatan, lalu saya menggunakan 4 jenis dan menurun menjadi 3 jenis dengan dosis yang sudah dikurangi lagi sejak 6 bulan yang lalu. Jenis obat-obatan yang terakhir ini efek sampingannya sangat rendah. Obat-obatan yang saya pakai jenis antisiezure, antidepressi ringan, dan obat anti cemas. Selain itu saya juga menggunakan suplemen seperti Chlorophyl (cairan hijau daun), vitamin c, minyak ikan, kadang-kadang ekstrak tripang yang namanya Gamat. Saya mencoba makan sehat, hidup sehat dan olah fisik secara teratur dimana saja saya bisa. Saya sendiri dulu perenang dan senang bersepeda. Dan mencoba menjalani hidup yang tidak terlalu stres adalah prioritas utama bagi saya, walaupun tentunya banyak yang tidak bisa kita elakan. Saya tahu bahwa seseorang seperti saya mungkin tidak akan pernah bisa meninggalkan obat yang saya pakai sampai sekarang. Meskipun niat ada, dan akan mencoba mengurangi kadarnya sampai sekecil mungkin, atau ditambah dengan penyembuhan alternatif yang memang memerlukan disiplin sangat tinggi. Misalnya dengan Holistic hypnotheraphy, meditasi, affirmasi dan lain-lain. Dan memang banyak alat bantu diluar obat-obatan. Pada banyak kasus, pengobatan perlu sebagai langkah awal terutama untuk yang sudah sangat berat. Baru kemudian ditata kembali dengan terapi alternatif, itu pun apabila si individu tersebut memang mempunyai tekad yang kuat dan disiplin yang tinggi. Banyak diagnosa berbeda mengenai bipolar. Banyak yang bisa mengatasi dengan tanpa obat, tetapi dalam kenyataannya banyak yang tidak bisa. Banyak yang kehilangan segalanya yang pernah mereka miliki dalam hidupnya. Banyak pula yang mengakhiri hidupnya sendiri dengan jalan bunuh diri.

Semoga hal yang saya sampaikan ini tidak menjadi sesuatu yang mengecilkan hati anda. Saya hanya ingin menyampaikan pendapat yang realistik tentang apa yang kita hadapi di depan mata kita, bipolar!
Jelas pengertian Bipolar juga sangat berbeda. Ada yang depresi ringan atau yang sedikit lebih berat, tidak dikategorikan sebagai bipolar, tapi memang mempunyai gejala-gejala seperti bipolar tetapi pada level yang masih bisa ditolerir dengan terapi tanpa obat.


Bali, Februari 2005

Robert James Hacunda



Jika anda ingin memberi komentar, saran, tanggapan, atau ingin berkomunikasi dengan Robert James, silakan kirim e-mail ke: info@sivalintar.com. atau langsung kepada James melalui e-mail: hacunda@dps.centrin.net.id. Bisa dengan bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris.

James juga berkenan mengirimkan dua buah fhoto lukisan karyanya yang artistik khusus untuk di pajang di Sivalintar.com. Jika Anda ingin melihat lukisanya, silakan klik di sini


Home    Kembali