Sebuah Pengalaman
Seorang Remaja Penderita Depresi
Andi (15 th) bukan nama sebenarnya, seorang remaja siswa kelas satu Sekolah Menengah Pertama
(SMP) di sebuah kota kecil. Ia tergolong anak yang cerdas dan berbakat. Sejak duduk di
bangku Sekolah Dasar (SD) sampai SMP hampir selalu ranking pertama di kelasnya. Namun dibalik
prestasi belajarnya yang sangat baik, Andi menyimpan beban perasaan yang tidak pernah
dikemukakan kepada siapapun, termasuk orang tuanya sendiri. Dia merasa tertekan, cemas dan
gelisah karena ketidakmampuannya bergaul di lingkungan sekolahnya. Sementara Andi sudah
memasuki masa fuber (tumbuhnya perasan menyukai lawan jenis) dan ia butuh teman untuk berbagi
cerita.
Sejak itu, Andi menjadi anak yang pendiam, pemalu, tertutup dan lebih suka menyendiri. Ia
cenderung menghindari dan menarik diri dari lingkungan pergaulan, baik di sekolah maupun di
rumah.
|
Perasaan tertekan dan minder (rendah diri) semakin menjadi-jadi saat Andi mulai memasuki
bangku SMU. Masa remaja, masa "paling indah" dalam kehidupan seseorang yang seharusnya
dipenuhi dengan keceriaan dan kegembiraan tidak pernah dirasakan olehnya. Tak ada keceriaan
dan kegembiraan. Yang dirasakan olehnya hanya kecemasan, kegelisahan dan perasaan rendah
diri yang semakin dalam. Rasa percaya dirinya jatuh pada titik terendah. Berada diantara
teman-teman sekolahnya merupakan siksaan baginya. Saat itulah merupakan puncak penderitaan
batinya. Prestasi belajarnya --satu-satunya prestasi yang dibanggakannya-- anjlok drastis.
Saat kenaikan kelas (dari kelas satu ke kelas dua) Andi hanya berada pada urutan ke-34 dari
45 siswa di kelasnya.
Dengan prestasi pas-pasan saat kelulusan, Andi gagal masuk perguruan tinggi negri yang
diidamkanya. Akhirnya si remaja malang --yang sebenarnya cerdas dan berbakat-- ini hanya
menjadi karyawan rendahan di sebuah perusahaan swasta di desanya.
|