Bambang Haryanto
Siapa Bambang Haryanto (BH)?
Kesan saya, saat pertama kali bertemu dan ngobrol denganya, BH adalah pria nyentrik namun rapi.
punya sense of humour tinggi, berpengetahuan dan berwawasan luas namun ramah dan rendah hati.
Tulisan lain:
Membaca dan Who Wants To Be A Millionaire
Buka-Buka Beha
Menulis Impian
Pohon PHK Di Jalan Kebon Sirih Jakarta
-Komentar
-Baca Komentar
|
Ular-Ular Digital Di Seputar Kita
Oleh : Bambang Haryanto
TAKUT ULAR. Beranikah Anda duduk di bak mandi lalu
dimasukkan 75 ular derik yang sangat berbisa ke dalamnya
? Ada dua orang yang berani,. Seorang bapak dan seorang
wanita, yang saya lihat dalam acara Pemecahan Rekor
Guinness di TV7 beberapa waktu lalu. Mungkin Anda juga
melihatnya ?
Sang wanita tadi ditanya, apa motivasinya mengikuti adegan
berbahaya ini ? Ia berkata, ia takut terhadap ular. Agar
tidak merasa takut terhadap ular, ia pun nekad mengikuti
acara ini. Ketika ditanya, apakah sesudah acara ini
dirinya tidak takut lagi terhadap ular, sang wanita
menjawab : ia merasa tetaap masih punya rasa takut
terhadap ular.
Bagi saya, aksi dan pilihan sang wanita itu mengagumkan.
Ia telah berkata jujur bahwa ia memiliki rasa takut,
tetapi ia tidak menghindari apa yang ia takutkan. Rasa
takut itu tidak ia sembunyikan di bawah karpet. Justru ia
menyongsong untuk menghadapinya. Ia selamat. Sukses.
Adegannya berhasil, dan keduanya memecahkan rekor
Guinness.
Adegan sebelumnya, adalah adegan tidak kalah berbahaya.
Seseorang atlet pria menaiki kayak seorang diri, lalu
ikut arus untuk menerjuni air jeram yang tinggi dan
tebing yang mengelilingi aliran jeram itu begitu sempit.
Bila salah perhitungan sedikit, kayak dan dirinya akan
menghantam tebing batu, akan berakibat fatal. Adegan itu
pun sukses. Apa resepnya ? "Saya yakin akan berhasil.
Saya percaya dalam kepala saya bahwa saya tak akan
menghalangi diri saya untuk meraih keberhasilan itu",
tuturnya.
Success. It's A Mind Game..
Keberhasilan adalah permainan otak.
BELENGGU TAKUT. Cerita dari kisah pemecahan rekor Guinnes
ini muncul ketika saya baru saja menerima email dari
kenalan baru, asal Bandung. Kami sama-sama presentasi
untuk terdaftar di MURI, 27 Januari 2005 yang lalu. Tetapi
saat itu, kami belum berkenalan. Melalui temannya, juga
peraih MURI, yaitu Hendi Sumantono (yang mulutnya mampu
mengimitasi suara saksofon dan trombon), asal Ciamis,
kenalan baru itu menulis SMS dan juga email kepada saya.
Ia rupanya tertarik kepada aktivitas saya sebagai kaum
epistoholik, orang yang kecanduan menulis surat-surat
pembaca di media massa. Ia pun tertarik belajar mengelola
situs blog dan saya pun mengiriminya panduan informasi.
Ia mengaku cerewet, tetapi cerewetnya itu, menurut saya,
dipicu oleh rasa takut yang bagi saya kadang berlebihan.
Misalnya, ia tanya, apakah selama nulis-nulis surat
pembaca pernah memperoleh ancaman dari fihak yang kena
kritik ? Kalau Gus Dur punya ucapan terkenal, "Hanya gitu
saja kok repot", kalau kita mengutipnya apa harus minta
ijin dulu ? Kalau kita berpotret sama orang terkenal, lalu
foto itu akan dimuat di buku atau penerbitan, apakah harus
minta ijin dulu ? Berapa lama kira-kira ijin itu diberikan
? Kalau tak ada balasan, bagaimana sikap kita ?
Saya tidak suka memperoleh pertanyaan-pertanyaan pesimis
seperti itu. Demikian juga, beberapa hari kemudian,
setelah menulis topik Revolusi Blog dan Epistoholik
Indonesia, sebagai esai No. 20/Mei 2005 di situs Esai Epistoholica,
saya memperleh email senada. Kali ini dari teman saya yang
lain. Ia masih muda, sarjana.
Ia bilang, "Impian pak BH soal blog, soal dunia tanpa
batas, kayaknya terlalu maju buat kebanyakan orang
Indonesia. Pak BH sudah melangkah 20 tahun ke depan, orang
Indonesia pada umumnya masih berkutat soal-soal klenik,
jin, setan, dst..."
Saya jawab : Yang bilang terlalu maju itu kan Anda.
Menurutku, negara kita engga ketinggalan kok. Sekadar
contoh : silakan simak baik-baik Kompas Minggu (15/5/2005
: hal. 12) yang berisi karya foto dan kisah yang ditulis
wartawan Kompas, Eddy Hasby (aku pernah lho dipotret Eddy
ini)
Secara menarik Eddy berkisah tentang Emy Maslina Zubaiti
(14), murid klas II SMP Alternatif Qaryah Thayyibah, Desa
Kalibening, Salatiga. Ia anak seorang tukang servis mebel
dan ibunya berdagang jamu gendong, tetapi saban hari Emy
dapat nongkrongin komputer milik pribadinya. Lalu
di sekolah, juga mampu mengakses Internet.
Tulis Eddy, "Teknologi komunikasi dan informasi baginya
merupakan sebuah pelajaran amat berarti, komputer di
rumahnya itu ia dapatkan dengan cara mencicil dari
sekolahnya, sehari hanya seribu rupiah". Membanggakan.
Ketika main-main ke warnet di kota saya, lalu lihat
anak-anak SMP Wonogiri nampak asyik main Internet, aku kok
suka melihat pemandangan seperti itu. Aku suka banget bila
semakin banyak orang pinter dan semakin banyak yang bisa
akses Internet.
Kalau orang jaman dulu punya faham semakin langka barang
(misalnya emas) akan semakin berharga, maka kini di era
Internet yang berharga itu adalah sesuatu yang semakin
banyak dipakai orang. Satu buah mesin fax tak ada
harganya. Dua buah mesin fax, lebih berharga dibanding
satu mesin fax karena bisa saling kontak. Seribu mesin
fax, akan lebih berharga lagi, karena semakin banyak orang
bisa saling berkomunikasi. Kalau saya kok optimis. Kalau
saya pesimis, ngapain nulis-nulis di situs blog, dan ikut
gencar mengampanyekannya hingga kini ?
Banyak orang takut terhadap ular sehingga memikirkannya
pun sudah merasa kena teror olehnya. Banyak pula orang
merasa takut terhadap Internet, takut terhadap blog, lalu
dengan mengingkari keberadaannya ia anggap telah
menyelesaikan persoalan. Semua pilihan mind game
seperti itu tidak memberikan dampak positif apa pun .
PEDANG BALMUNG MENEBAS ANDA. Memanglah, dewasa ini,
sebagian besar dari kita, sering tidak merasakan atau
tidak mampu mendeteksi adanya perubahan. Termasuk
perubahan yang dipicu oleh revolusi digital. Kita
cenderung tidak mampu mendeteksi perubahan tersebut bila
tidak meninggalkan situasi yang ada saat ini, hingga
ketika pelbagai asumsi dan harapan yang melindungi hidup
kita selama ini terpergok dengan realitas yang sama sekali
baru.
Mungkin dongeng tentang pedang Balmung milik hero Jerman
Siegfried yang terkenal, cocok untuk menggambarkan "masa
depan" mereka. Yang mendongengkan adalah William Bridges
dalam bukunya JobShift : How To Prosper In A Workplace
Without Jobs (1995). Buku ini oleh-oleh adik saya,
Broto Happy W., yang ia beli di Birmingham, Inggris, 19
Maret 1995.
Pedang Balmung adalah pedang sakti, teramat sangat tajam.
Sekali tebas, ia dapat membelah tubuh prajurit yang
memakai baju besi, dari kepala sampai ujung kakinya.
Tetapi karena saking tajamnya, sampai-sampai si prajurit
bersangkutan tidak merasakannya. Hanya saja, bila ia
bergerak, maka tubuhnya segera berdebam jatuh ke bumi
menjadi dua bagian.
Apakah Anda ingin mengalami kejadian serupa, hanya sebagai
korban akibat dampak dari revolusi digital, yang datangnya
sungguh tidak Anda duga-duga ? Inilah pekerjaan rumah
untuk otak Anda.
Wonogiri, 16 Mei 2005
|