PERNYATAAN itu manandai kali pertama dalam sejarah bahwa seorang kepala dinas kesehatan
Amerika Serikat menyatakan bunuh diri sebagai permasalahan masyarakat. Kini, di negara itu,
lebih banyak yang mati karena bunuh diri dibandingkan dengan yang mati karena dibunuh. Tidak
mengherankan kalau Senat AS menyatakan pencegahan bunuh diri sebagai prioritas nasional.
Namun angka bunuh diri di Amerika Serikat, yakni 11,4 per 100.000 orang pada tahun 1997,
berada di bawah angka global yang diterbitkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia pada tahun
2000—16 per 100.000. Angka bunuh diri sedunia telah meningkat sebesar 60 persen dalam 45
tahun terakhir ini. Kini dalam satu tahun saja, kira-kira satu juta orang di seluas dunia
mengakhiri hidupnya. itu berarti ada kira-kira satu kematian setiap 40 detik!
Akan tetapi, statistik tidak dapat menyingkapkan situasinya secara menyeluruh. Dalam banyak
kasus, anggota keluarga menyangkal bahwa kematian yang terjadi dalam keluarganya adalah
akibat bunuh diri. Selain itu, diperkirakan bahwa untuk setiap tindakan bunuh diri yang
berhasil dilakukan, ada sekitar 10 sampai 25 percobaan bunuh diri. Sebuah survey mendapati
bahwa 27 persen siswa sekolah menengah umum di Amerika Serikat mengaku bahwa pada tahun lalu,
mereka secara serius mempertimbangkan untuk bunuh diri; 8 persen dari kelompok yang disurvey
mengatakan bahwa mereka pernah mencoba bunuh diri. Penelitian lain telah mendapati bahwa
5 sampai 15 persen populasi orang dewasa pernah suatu waktu berpikir untuk bunuh diri.
Perbedaan Budaya
Cara orang memandang bunuh diri sangat berbeda-beda. Ada yang menganggapnya sebagai
kejahatan, yang lain menganggapnya sebagai pelarian seorang pengecut, dan ada pula yang
menganggap hal itu sebagai sesuatu cara yang terhormat untuk meminta maaf atas suatu
kesalahan yang dilakukan. Ada yang bahkan menganggapnya sebagai cara yang luhur untuk
menegakan suatu prinsip. Mengapa pandanganya berbeda-beda? Budaya memainkan peranan yang
penting. Pada kenyataanya, The Harvard Mental Health Letter menyatakan bahwa budaya
bahkan bisa "mempengaruhi kemungkinan dilakukanya bunuh diri".
Perhatikan sebuah negara di Eropa bagian tengah—Hongaria. Dokter Zoltan Rihmer menyebut
angka bunuh diri yang tinggi di sana sebagai "'tradisi' yang menyedihkan". Bela Buda,
direktur Lembaga Kesehatan Nasional Hongaria, mengamati bahwa orang Hongaria terlalu
gampang melakukan bunuh diri, hampir dengan alasan apa pun. "Kalau seseorang mengidap
kanker—ia tahu caranya mengakhiri kondisi itu." adalah, menurut Buda, suatu reaksi
yang umum.
Di India, pernah ada kebiasaan agama yang dikenal sebagai suttee. Meskipun praktek
ini, yakni seorang janda yang melemparkan dirinya ke dalam pembakaran jenazah suaminya,
telah lama dilarang, hal itu belum sepenuhnya punah. Sewaktu seorang wanita dilaporkan
bunuh diri dengan cara tersebut, banyak warga setempat mengelu-elukan tragedi itu. Menurut
India Today, di kawasan India itu, "sudah ada hampir 25 wanita yang membakar diri
bersama jenazah suaminya dalam 25 tahun terakhir ini".
Yang menghebohkan, di Jepang, bunuh diri merenggut nyawa tiga kali lebih banyak daripada
kecelakaan lalu lintas! "Budaya tradisional Jepang, yang tidak pernah mengutuk bunuh diri,
dikenal dengan penikaman perut sendiri (seppuku atau harakiri) yang sangat
dijunjung sebagai ritual dan kelembagaan," kata Japan—An Illustrated Encyclopedia.
Meskipun bentuk-bentuk bunuh diri yang bersipat ritual ini pada umumnya sudah tidak ada
lagi, beberapa orang masih menggunakanya demi pengaruh sosial.
Di pihak lain, dalam Susunan Kristen, bunuh diri sudah lama dianggap sebagai kejahatan.
pada Abad keenam dan ketujuh, Gereja Katolik Roma mengucilkan orang-orang yang telah
melakukan bunuh diri dan tidak mengadakan upacara pemakaman bagi mereka.
Paradoksnya, mereka yang mencoba bunuh diri bisa dijatuhi hukuman mati. Karena mencoba
bunuh diri dengan menggorok lehernya, seorang pria asal Inggris pada abad ke-19 dihukum
gantung. Dengan demikian, pihak berwenang menyukseskan apa yang gagal diperbuat pria itu.
Parlemen Inggris baru menyatakan bahwa bunuh diri dan percobaan bunuh diri bukan lagi
suatu kejahatan pada tahun 1961. Di Irlandia, bunuh diri tetap dianggap sebagai kejahatan
sampai tahun 1993.
Dewasa ini beberapa penulis mendukung bunuh diri sebagai suatu alternatif. Sebuah buku
tahun 1991 tentang bantuan untuk bunuh diri (assisted suicide) bagi orang-orang yang
penyakitnya tak tersembuhkan lagi, menyarankan cara-cara untuk mengakhiri hidup. Belakangan,
semakin banyak orang yang tidak mengidap penyakit yang tak tersembuhkan juga menggunakan
salah satu metode yang disarankan.
Apakah bunuh diri benar-benar jawaban atas problem?
Atau, adakah alasan yang baik untuk terus hidup?
Sebelum membahas pertanyaan-pertanyaan itu, marilah kita pertama-tama memeriksa apa
yang mendorong seseorang untuk bunuh diri.
|
www.watchtower.org
Dalam satu tahun saja, kira-kira satu juta orang di seluas dunia mengakhiri hidupnya. itu
berarti ada kira-kira satu kematian setiap 40 detik!
The Harvard Mental Health Letter menyatakan bahwa budaya
bahkan bisa "mempengaruhi kemungkinan dilakukanya bunuh diri".
Di Jepang, bunuh diri merenggut nyawa tiga kali lebih banyak daripada
kecelakaan lalu lintas!
Karena mencoba bunuh diri dengan menggorok lehernya, seorang pria asal Inggris pada abad
ke-19 dihukum gantung.
|