Keyakinan yang Paling "Menakutkan"
SELAMA ini aku sudah merasa sunyi, sepi dan cemas berada di alam pemikiran yang
tidak normal. Namun, dalam kesunyian dan kecemasan yang mencekam itu, masih ada tempat untuk
mengadu, mencurahkan isi hati dan memohon pertolongan, Dialah Tuhan yang aku yakini kehadiranya.
Saat berdoa dihadapanNya, aku merasa ada tempat berpegang dan berlindung. KepadaNya aku
menyerahkan dan menggantungkan harapan, kondisi jiwaku akan membaik di kemudian hari.
Namun, saat gejolak pikiranku tak terkendali, bermacam keyakinan aneh bertubi-tubi menghantam
pikiranku tanpa bisa aku hindari, munculah keyakinan aneh yang sangat menakutkan itu.
Keyakinanku kepada Tuhan seperti kabur dan goyah. Muncul keraguan di benakku, "Benarkah Tuhan
itu ada?" Keyakinan yang tak pernah aku rasakan sebelumnya. "Ya, tuhan, mengapa keyakinan
seperti ini muncul dalam piranku? Mengapa aku meregukan keberadaanMu." Sungguh, keyakinan tak
waras yang sangat menakutkan.
Takut yang aku rasakan, bukan rasa takut biasa seperti takut terhadap sesuatu hal atau takut
terhadap suatu ancaman fisik. Rasa takut itu sulit aku gambarkan hanya dengan kata-kata. Rasa
takut yang mendalam menyangkut eksistensiku sebagai manusia beragama yang mengakui dan meyakini
keberadaan Tuhan. Aku takut keyakinanku kepada Tuhan itu terganggu atau bahkan hilang sama
sekali. Jika keyakinan yang sangat berharga itu hilang, kepada siapa lagi aku bisa berpegang,
mengadu, mencurahkan isi hati dan berdo'a. Aku seperti benda tak berharga yang teronggok di
ruang hampa. Di sana tak ada apapun atau siapapun, bahkan Tuhan pun tak ada. Mengerikan sekali.
Aku sebenarnya tahu dan sadar, keyakinan itu salah dan tak wajar, tapi jika keyakinan itu
muncul—kadang-kadang hilang dengan sendirinya—aku tak kuasa menolak dan melawanya. Keyakinan itu
begitu kuat mencengkeram pikiranku, mengalahkan akal sehatku.
Keyakinan itu sering muncul sat aku sedang menyendiri. Kadang muncul saat aku sedang berdzikir
atau berdoa, di mesjid maupun di rumah. Biasanya, saat berdzikir dan berdoa pikiran dan perasaan
terasa tenang dan tenteram. Seperti seorang anak yang berada dalam dekapan hangat dan penuh
kasih sayang seorang ibu. Tenang, tenteram dan aman. Namun, setelah keyakinan tak waras itu
muncul, di manapun aku berada, bahkan saat aku sedang berdzikir dan berdo'a sekalipun kecemasan
dan ketakutan selalu menghantui pikiranku. Sekarang aku jadi takut berdzikir atau berdo'a
sendirian.
"Ya, Tuhan, ke mana lagi aku mencari tampat berpegang dan berlindung. Ke mana lagi aku bisa
mengadu, mencurahkan isi hati dan memohon, jika piranku sendiri meragukan kehadiranMu."
Sekarang mungkin Anda bisa memahami rasa takut luar biasa yang sering aku
rasakan—aku tak sanggup menggambarkannya hanya dengan kata-kata.
Mungkin seandainya Tuhan tak menyayangiku, keyakinan aneh itu sudah membuatku 'gila'.
Atau mungkin Tuhan sedang menguji kekuatan mental dan imanku. Kalau memang semua itu
sebuah ujian, ujian yang teramat berat bagiku. Aku hampir tak kuasa menerimanya. Kadang aku
berpikir, "Tuhan tidak adil, memberiku ujian yang teramat berat, melebihi batas kemampuanku."
Tapi, aku selalu berusaha menjaga prasangka baikku padaNya. Aku anggap semua ujian berat itu
akan membuat mental dan imanku semakin kuat dan kokoh.
|