Merancang Metode Terapi, Mewujudkan Harapan
"Kata-kata hikmah "pengalaman
adalah guru terbaik" itu hanya dapat berfungsi secara efektif bila hal-hal yang dialami
oleh seseorang dapat dituliskan. Dengan tulisan, sebuah pengalaman lalu dapat dipelajari
dan diikuti secara setahap demi setahap dan diperbaiki."—Hernowo, Direktur
Penerbit Mizan
|
Metode terapi ini aku gali dan aku kembangkan dari pengalamanku sendiri selama
bertahun-tahun bergelut dengan manic depressive. Seperti sudah aku ungkapkan sebelum ini,
aku berharap kisahku ini tidak sekedar menjadi ungkapan pengalaman batin semata yang hanya
enak dibaca, tetapi lebih dari itu bisa memberi manfaat bagi siapa pun yang membacanya.
Aku setuju dengan pendapatnya Hernowo, Direktur Pelatihan dan Litbang Penerbit Mizan,
dalam bukunya yang luar biasa, Mengikat Makna, "Kata-kata hikmah "pengalaman
adalah guru terbaik" itu hanya dapat berfungsi secara efektif bila hal-hal yang dialami
oleh seseorang dapat dituliskan. Dengan tulisan, sebuah pengalaman lalu dapat dipelajari
dan diikuti secara setahap demi setahap dan diperbaiki. Disamping itu, dengan wujudnya
sebagai tulisan, pengalaman pun lantas dapat dipikirkan dan diambil hikmahnya untuk
keperluan penyadaran."
Ya! Itulah maksudku, penyadaran!
Aku berharap kisahku ini bisa memberi "penyadaran" pertama-tama penyadaran untuk diriku
sendiri, selanjutnya mudah-mudahan bisa memberi penyadaran kepada orang lain. Untuk
mencapai harapan itu, aku mencoba menarik "benang merah", mencari dan menggali sebuah
solusi. Dalam kisah yang sudah aku ceritakan sebelum ini—jika anda sudah membaca
keseluruhan kisahnya—ada solusi yang tanpa aku sadari telah membuatku menemukan
kembali diriku. Menemukan bagian diriku yang hilang, mengembalikan kesadaran dan akal
sehatku, keceriaan dan kebahagiaanku, serta mengembalikan kepercayaan diriku. Solusi
inilah yang akan aku analisa dan aku kembangkan, tentu saja dengan segala keterbatasan
kemampuan dan fasilitas yang aku miliki.
Aku merancang sebuah metode terapi penanggulangan gangguan jiwa, khususnya depresi dan
bipolar tanpa menggunakan obat. Sebuah model terapi alamiah yang mengandalkan pada usaha
untuk menggali dan mengembangkan potensi yang dimiliki si penderita. Terapi self
healing (penyembuhan diri sendiri) ini menggabungkan antara terapi fisik, mental,
sosial dan spiritual sekaligus. Namun metode terapi yang aku rancang ini masih sangat
sederhana. Ibarat buah yang masih mentah atau ibarat software yang baru versi
beta, perlu penelitian dan pengembangan yang lebih mendalam. Karena itu aku
mengajak siapa saja, menyumbangkan pemikiran dan pandangannya untuk pengembangan metode
terapi ini. Agar metode ini menjadi metode terapi yang efektip, efesien, tanpa efek
samping dan yang terpenting bisa dipraktikan dengan mudah oleh si penderita atau siapa
saja yang membutuhkannya.
Tentu saja, terapi ini belum tentu cocok untuk semua penderita gangguan jiwa dan tidak
mungkin bisa menyelesaikan problem-problem kejiwaan semua orang yang sangat kompleks dan
beragam, bahkan sangat spesifik, sesuai karakter masing-masing penderita. Tak ada satu
pun metode terapi yang mampu memenuhi atau bahkan mendekati tujuan saperti itu. Bisa
membantu beberapa orang saja mengatasi problem kejiwaannya, aku sudah sangat bahagia dan
bersyukur. Aku bahagia jika bisa berbuat sesuatu untuk orang lain, sekecil apa pun nilainya.
Karena selama ini (hampir separuh hidup yang telah aku jalani) aku hanya sibuk mengurusi
diri sendiri dan belum sempat berbuat apa pun bagi orang lain.
Terapi penanggulangan depresi dan manic depressive ini untuk sementara aku sebut
"Terapi Inner Self" disingkat "TIS". Lalu, mengapa aku menyebutnya terapi tanpa obat?
Berikut akan aku coba jelaskan dua alasan utamanya.
Pertama, obat-obatan untuk penderita kelainan mental, saat ini masih relatif langka dan
tidak mudah diperoleh. Kalaupun ada (yang murah), kualitasnya belum bisa dipertanggung
jawabkan. Harganya lumayan mahal untuk ukuran masyarakat kelas bawah. Selain itu, obatnya
pun tidak bisa diperoleh sembarangan, harus dengan petunjuk psikolog atau psikiater. Tidak
seperti obat penyakit fisik yang bisa diperoleh dengan mudah di mana saja. Obat dengan
atau tanpa resep dokter bisa dibeli di apotik, toko obat, kios bahkan di warung-warung
kaki lima dan warung di pelosok-pelosok perkampungan. Bermacam jenis obat telah tersedia
untuk hampir semua jenis dan level penyakit, dari penyakit yang tergolong ringan sampai
yang sangat berat. Dengan harga yang relatif murah dan terjangkau oleh semua kalangan,
termasuk kalangan masyarakat kurang mampu sekalipun.
Sekedar contoh, seorang teman yang menderita depresi dan insomnia, harus menebus obat
dari psikiaternya seharga Rp.500.000,-, untuk satu bulan pemakaian. Teman lainnya bahkan
sampai harus nitip membeli obat anti depresi kepada temannya yang sering ke luar negeri,
lantaran obat sejenis belum ada di Indonesia.
Bagi orang yang penghasilannya cukup tinggi, mungkin bukan masalah kalaupun harus membeli
obat yang langka dan mahal tersebut. Namun, jika penderita kelainan jiwa itu orang yang
tak mampu, tentunya obat yang mahal itu tak mungkin bisa dibeli.
Kedua, pengalaman beberapa orang teman yang menderita depresi atau manic depressive, yang
menjalani terapi dengan menggunakan obat-obatan, selalu ada efek sampingnya. Salah satu
diantara efek negatifnya adalah kecanduan. Si penderita sulit melepaskan diri dari
pemakaian obat-obatan. Bahkan sebaliknya, dosisnya cenderung semakin tinggi, karena makin
lama menggunakan obat, tubuh semakin kebal dan obat tidak mempan lagi. Beberapa penderita
memang bisa mengurangi dosis pemakaian obat-obatan secara bertahap, namun prosesnya cukup
panjang dan memakan waktu lama. Singkatnya, tidak mudah bagi seorang penderita gangguan
jiwa untuk melepaskan diri dari penggunaan obat-obatan.
Terapi Inner Self (TIS) yang aku rancang ini mungkin ibarat vitamin atau food suplemen
yang tidak menimbulkan efek samping. Selain itu, terapi ini juga bisa dikombinasikan
dengan terapi lain yang sedang dijalani si penderita. Metode TIS ini mungkin kurang cocok
untuk penderta depresi atau bipolar kronis yang mutlak membutuhkan obat-obatan untuk
membantu penyembuhannya. Seperti yang dialami salah seorang temanku, yang sampai harus
meminum 9 jenis obat sehari. Metode ini mungkin lebih cocok untuk penderita gangguan
jiwa ringan atau sedang.
Seperti namanya, terapi ini lebih menekankan pada penggalian dan pengembangan potensi
diri, atau meminjam istilah Hernowo, "melejitkan potensi diri" dalam mengatasi
problem-problem kejiwaan si penderita.
Untuk mempraktikan terapi ini, pertama-tama si penderita harus tahu, apa hobinya. Kegiatan
apa yang paling disukainya, yang tanpa disuruh atau diawasi pun ia akan melakukannya
dengan senang hati. Jenis kegiatannya apa saja, bisa kegiatan olah raga, seni musik, seni
tari, seni lukis atau kegiatan-kegiatan kreatif lainnya.
Mengapa harus kegiatan yang paling disukai? Saat seseorang melakukan kegiatan yang
disukainya, biasanya ia akan melakukannya dengan senang hati dan penuh gairah, tidak
merasa terpaksa atau terbebani, bahkan bisa lupa waktu. Nah, itulah inti metode TIS ini,
"si penderita menjalani terapi tanpa sadar menjalani terapi".
Metode TIS ini dirancang sebagai metode terapi yang menyenangkan. Si penderita tidak
merasa menjalani terapi, tetapi menjalani kegiatan sehari-hari seperti yang biasa
dilakukannya. Kuncinya adalah displin diri! Itu saja. Soal disiplin diri ini, aku kira
bukan hanya dalam menjalani terapi, dalam aktivitas apa pun jika kita mengharapkan hasil
yang optimal, disiplin diri yang tinggi adalah suatu keharusan.
Pra—Terapi
Ada beberapa langkah yang harus anda lakukan sebelum memulai terapi ini.
Langkah Pertama, Diagnosa Gangguan
Anda harus mengetahui dengan jelas dan tepat, jenis gangguan jiwa yang anda alami.
Jangan seperti aku yang baru tahu jenis gangguan jiwa yang aku derita setelah aku sembuh,
12 tahun kemudian. Jika sudah tahu dengan jelas dan tepat, apa sebenarnya yang anda alami,
tentunya anda bisa menentukan langkah-langkah penanggulangannya dengan tepat pula. Paling
tidak, bukan dengan cara mengira-ngira atau coba-coba seperti aku. Untuk mengdiagnosis
jenis gangguan jiwa apa yang anda alami, aku sarankan anda menemui seorang pakar atau
ahli (psikolog, psikiater, atau praktisi kesehatan mental) yang kompeten di bidangnya.
Karena banyak gejala-gejala gangguan mental yang mirip satu sama lain, padahal jenis
gangguannya berbeda dan memerlukan penanganan yang berbeda pula. Kalau anda enggan atau
malu menemui psikolog atau psikiater (sebenarnya tak ada alasan untuk itu), anda bisa
mencari informasi mengenai gejala-gejala gangguan mental yang anda alami dari buku-buku
psikologi atau dari artikel-artikel psikologi di surat kabar dan majalah. Bisa juga anda
cari informasi di internet, gudangnya informasi di jagad maya.
Jika anda sudah tahu jenis gangguan jiwa yang anda alami, silakan lanjutkan langkah
berikutnya. Jika anda masih bingung dan belum tahu dengan jelas apa yang anda alami,
dan anda enggan menemui psikolog atau psikiater, tidak apa-apa! Jangan kecil hati,
silakan lanjutkan langkah berikutnya!
Langkah Kedua : Menggali Potensi Diri.
Langkah kedua ini merupakan langkah pengenalan diri. Anda harus tahu dan menentukan jenis
kegiatan apa yang paling anda sukai, atau apa hobi anda. Kegiatan yang dengan senang hati
dan penuh gairah anda lakukan. Aku menganjurkan jenis kegiatan yang melibatkan banyak
orang, seperti olahraga tim, kelompok musik atau tari. Namun, itu bukan suatu keharusan,
anda bisa memilih jenis kegiatan apa saja yang paling anda sukai. Aku tidak menganjurkan
anda memilih jenis kegiatan yang tidak anda sukai, karena nantinya malah akan membebani
anda.
Langkah Ketiga : Siapkan Buku Harian
Anda harus punya minimal satu buah buku harian (diary). Untuk apa buku harian?
Nanti akan aku bahas lebih lengkap.
Langkah Keempat : Cari Teman Curhat.
Mungkin anda sudah punya teman atau sahabat dekat. Kalau belum, coba anda
cari—diantara teman-teman anda—teman atau sahabat yang paling dekat dengan
anda, yang bisa menjadi teman curhat dan teman berbagi cerita. Syukur-syukur dia bisa
anda mintai saran dan pandangan. Paling tidak dia mau mendengarkan ungkapan-ungkapan isi
hati anda. Dia bisa teman (di sekolah, di tempat kerja, atau di lingkungan sekitar rumah
anda), saudara (kakak, adik atau sepupu) atau orang tua anda sendiri (ayah, ibu, paman,
bibi, kakek, nenek atau orang yang anda tuakan). Pokoknya orang yang paling dekat dengan
anda. Orang yang menurut anda bisa mengerti dan memahami perasaan anda.
Jika langkah-langkah persiapan sudah anda lakukan, anda bisa memulai langkah-langkah
terapinya.
|