Terapi Spiritual
Saat aku berada di puncak kegalauan, saat aku merasa
tak ada seorang pun atau siapa pun yang bisa memahami dan menolongku, aku merasa,
Tuhan melihatku, memahami pikiran dan perasaanku,
dan aku yakin Tuhan akan menolongku.
|
Selain mencoba melakukan segala upaya untuk mengatasi dan mengobati derita psikisku, satu
hal yang aku lakukan selama mengarungi masa-masa sulit dan berat adalah berusaha sebisa
mungkin mendekatkan diri kepada Tuhan. Sebagai seorang muslim, aku yakin, semua yang
menimpa diriku adalah atas kehendak-Nya, semua itu adalah ujian Tuhan. Apa yang aku jalani
adalah skenario Tuhan yang telah dirancang sedemikian rupa, sesuai dengan karakteristik
dan batas kemampuan yang aku miliki. Tuhan maha tahu siapa diriku, apa yang aku butuhkan,
apa kelemahan dan kelebihan ku. Dia lebih tahu tentang diriku di banding aku sendiri.
Dengan segala kenaifan dan kepapaanku sebagai mahluk yang lemah dan fana, kadang aku tak
mampu memahami apa sebenarnya maksud Tuhan. Dengan segala ketidak tahuan, kadang aku suka
berburuk sangka kepada-Nya. Padahal apa pun yang Tuhan berikan dan limpahkan padaku-kadang
tampak buruk dalam pandangan dangkalku-adalah wujub kasih sayang-Nya padaku. Aku mencoba
menjalani ujian Tuhan, malakoni babak demi babak skenario yang Tuhan rancang, dengan
segala daya dan kekuatan yang aku miliki. Walaupun aku sama sekali tidak tahu (karena ini
memang rahasia Tuhan) ending dari skenario ini. Tak jarang langkahku terseret ke
simpang jalan keputusasaan, terperosok ke dalam keraguan dan pikiran negatif, menganggap
apa yang telah aku lakukan adalah kekeliruan dan kesia-siaan.
Kadang aku harus memilih, melanjutkan langkah, atau berhenti dan kembali. Jika memilih
kembali berarti aku tidak akan pernah tahu akhir 'ceritanya'. Karena itu aku memilih
meneruskan langkah, seberat apa pun beban yang harus aku pikul dan apa pun resiko yang
harus aku hadapi. Setelah melalui perjalanan panjang yang sangat malelahkan, menguras
energi fisik dan psikis, sampailah aku di suatu tempat, di mana aku bisa mengenali dan
menyadari tanda-tanda cinta dan kasih sayang Tuhan kepada hambanya. Aku sadar, selama ini
Tuhan selalu membimbing dan mengarahkanku melalui jalan-jalan sempit agar aku senantiasa
selalu berada di jalan-Nya. Aku sadar, betapa sebelumnya aku sering keliru, bahkan salah
menilai skenarionya. Aku sering berburuk sangka kepada-Nya.
Sekarang aku bersyukur atas segala limpahan karunia dan kasih sayang-Nya yang tak terkira,
yang karena ketidaktahuan dan kebodohanku, sering tidak aku sadari. Terima kasih Tuhan,
engkau telah membuka mata hatiku yang buta dan tak mampu melihat keagunganmu, dari sekian
banyak jalan yang harus aku pilih. Saat aku berada di puncak kegalauan, saat aku merasa
tak ada seorang pun atau siapa pun yang bisa memahami dan menolongku, aku merasa punya
pegangan. Aku merasa Tuhan melihatku, aku merasa Tuhan memahami pikiran dan perasaanku,
dan aku yakin Tuhan akan menolongku.
Saat sedang sholat dengan khusyuk, saat sedang berdzikir dan berdo'a, aku merasa Tuhan
berada di dekatku, membuatku merasa tenang dan tenteram. Saat aku merasa dekat dengan-Nya,
keputusasaan berubah menjadi harapan dan kecemasan berubah menjadi kepasrahan. Setelah aku
mengerahkan segala daya dan kekuatan, melakukan segala upaya semampuku, aku berpasrah diri
pada-Nya, menyerahkan sepenuhnya apa pun hasilnya. Dengan begitu, beban berat terasa
ringan, gejolak perasaan dan suasana hati yang kacau pun mereda.
Puasa dan Penyembuhan Derita Jiwa
Dalam syariat islam, salah satu ibadah yang mencakup faktor fisik dan psikis sekaligus
adalah ibadah puasa, terutama ibadah puasa Rhamadhan yang dilaksanakan selama sebulan
penuh. Dalam berpuasa, syariat islam bukan hanya mengharuskan aku untuk tidak makan dan
minum. Lebih dari itu, aku harus mampu mengendalikan pikiran, perasaan, sikap, ucapan dan
tindakanku, agar tidak melakukan hal-hal yang negatif kepada diri sendiri maupun kepada
orang lain. Jiwa dan ragaku, gerak dan langkahku, termasuk gerak pikiran dan hati, harus
diarahkan dan difokuskan pada satu titik, yaitu kebaikan. Kebaikan kepada diri sediri,
kepada sesama manusia dan sesama mahluk Tuhan. Kebaikan yang tulus ikhlas tanpa pamrih.
Ritual ibadah puasa ini, memberi pengaruh spiritual dan psikologis yang luar biasa terhadap
diriku. Setiap selesai menjalankan ibadah puasa Ramadhan selama sebulan penuh, aku selalu
merasakan ada perubahan positif suasana hatiku.
Perubahan suasana hati yang positif sehabis berpuasa ini sebagian aku rekam di buku harian.
Anda ingin tahu dan merasakannya? silakan
klik disini.
Aku berkeyakinan, setiap ibadah atau ritual keagamaan yang aku jalankan dengan tulus dan
dengan sepenuh hati, akan sangat baik dan bermanfaat bagi kondisi fisik maupun psikisku.
Kesimpulan
Manic depressive yang aku derita, mungkin ada kaitannya dengan faktor genetik (keturunan),
karena ayahku juga pernah mengalami depresi ringan. Pola asuh orang tua-terutama
ayahku-berperan besar terhadap perkembangan karakter dan kepribadianku. Kepercayaan
diriku yang rendah, mungkin karena nasehat ayahku yang sangat menekankan agar aku selalu
rendah hati, tidak menonjolkan diri dan tidak sombong. Dan nasihat itu aku tafsirkan
secara berlebihan. Disamping itu, karakter dasarku yang pendiam, pemalu dan tertutup serta
kepercayaan diriku yang rendah menjadi lahan yang subur untuk tumbuh dan berkembangnya
gangguan kejiwaanku. Penyebab lainya mungkin karena adanya ketidak seimbangan biokimia
dalam otak (ini belum pernah aku buktikan).
Setelah lebih kurang dua tahun aku menderita depresi, menginjak tahun ketiga kondisinya
bertambah parah dengan munculnya "mania" saudara kembarnya depresi. Maka lengkaplah derita
jiwaku, aku positif menderita Manic depressive kronis. Awalnya gejalanya masih terasa
samar-samar, belum jelas kapan episode depresi dan kapan episode mania. Selanjutnya
siklusnya mulai tampak jelas dengan interval waktu yang teratur. Mula-mula aku merasakan
depresi selama sekitar seminggu, lalu digantikan oleh mania selama sekitar tiga minggu.
Siklusnya makin cepat menjadi seminggu depresi seminggu mania, dengan intensitas tekanan
yang makin kuat dan gejolak perasaan yang makin tak terkendali.
Manic depressive yang aku derita hampir menghancurkan diriku, harapan, cita-cita,
mimpi-mimpi, dan kehidupanku secara keseluruhan. Fisikku melemah, pikiran dan perasaanku
kacau tak karuan, bahkan pada titik tertentu tak bisa lagi aku kendalikan. Perkembangan
mentalku mengalami kemunduran. Imbasnya, prestasi belajarku di sekolah hancur-hancuran.
Rankingku di kelas anjlok sampai titik terendah dan aku menjadi siswa paling bodoh di
kelas. Itulah puncak ganguan jiwa yang aku rasakan.
Sampai tahun ke empat aku belum bisa mengatasi derita batinku. Baru saat menginjak tahun
kelima itensitas tekanan Manic depressive aku rasakan mengalami penurunan. Aku
mulai bisa mengendalikan pikiran dan menata kembali suasana hatiku. Aku mulai merubah
paradigma berpikirku, merubah cara pandangku terhadap diri sendiri, orang lain dan
lingkungan di sekitarku dengan cara pandang yang lebih positif dan realistis. Aku juga
mulai membuka diri dan membaurkan diri ke dalam lingkungan pergaulan yang lebih luas.
Aktivitas olahraga khususnya bola voli aku geluti lebih serius baik di sekolah maupun
di rumah.
Kesenanganku di arena olah raga ternyata membawa pengaruh positif terhadap pemulihan
kondisi pisik dan pisikisku. Aktivitas olah raga yang aku tekuni juga membawaku memasuki
lingkungan pergaulan yang lebih luas. Aku punya banyak kenalan, teman, sahabat bahkan
pendukung dan penggemar. Hal ini pada akhirnya mampu mengikis rasa keterpencilan sosial
sekaligus mendongkrak kepercayaan diriku. Pemulihan kondisi kejiwaanku mengalami kemajuan
yang pesat.
Selain aktivitas-aktivitas fisik, aku juga melakukan aktivitas-aktivitas nonfisik, antara
lain: menambah pengetahuan dan memperluas wawasan dengan banyak membaca buku-buku, majalah
dan surat kabar. Selain membuka cakrawala pemikiran, membaca juga mampu mengikis
pemikiran-pemikiran yang sempit dan persepsi-persepsi yang keliru tentang suatu masalah.
Kegiatan yang bersifat menghibur, seperti mendenganrkan musik atau nonton film kesukaan,
juga membantu mengendurkan urat syaraf, menciptakan suasana hati yang tenang dan rileks,
bahkan mampu membangkitkan gairah dan semangat. Setelah melakukan beragam aktivitas fisik,
mental dan sosial yang tak kalah pentingnya adalah melakukan aktivitas spiritual.
Ritual-ritual keagamaan yang dilakukan dengan tulus dan penuh kesungguhan disertai
penghayatan yang mendalam—untuk menggali dan memahami makna yang terkandung di
dalamnya—ternyata pengaruhnya luar biasa terhadap pemulihan kondisi fisik dan
psikisku.
Pada akhirnya, aktivitas-aktivitas fisik, mental, sosial dan spriritual itu atas kehendak
Tuhan telah mengantarkanku menuju gerbang kesembuhan. Menyongsong cerahnya sinar mentari,
merasakan segarnya hembusan angin kebahagiaan. Membuatku bisa memandang realitas kehidupan
dengan pandangan yang lebih positif. Dunia yang sebelumnya tampak suram menakutkan, kini
tampak indah memesona, berhias bunga-bunga beraneka warna nan elok dan harum semerbak.
Dengan semangat dan keyakinan, aku akan mewujudkan mimpi-mimpiku yang tertunda.
Penutup
Mengakhiri kisah pengalamanku ini, sejenak aku ingin mengajak (imajinasi) anda mengunjungi
suatu tempat, ke suatu desa yang sunyi dan tenang. Bayangkan, suatu sore anda berdiri di
pinggir pesawahan. Hamparan padi tampak sudah menguning siap untuk dipanen. Bulir-bulir
padi bergoyang dihembus angin sore pesawahan yang segar. Gemericik suara air yang mengalir
di selokan kecil dipinggir sawah, terdengar bak alunan musik nan lembut mengusik telinga.
Lihatlah ke seberang sawah sebelah sana, lurus di hadapan anda. Beberapa ekor domba yang
sehat dan montok tampak sedang merumput dengan lahapnya di pematang sawah.
Di pematang pinggir sawah agak keatas, berdiri tegak seorang remaja mengawasi domba-domba
gembalaanya. Tangan kanannya memegang sebuah buku yang sesekali dibacanya dengan serius.
Sebuah radio transistor kecil tergantung di lehernya, sedangkan di bahu kirinya
terselendang tas kain sederhana yang tampak sudah lusuh berisi beberapa buah buku. Mari
kita lihat lebih dekat, si remaja yang beranjak dewasa ini tampak sangat serius membaca
baris demi baris kalimat dari buku yang dipegangnya. Sesekali ia merenung atau
mengerenyitkan dahi. Sejurus kemudian, ia melempar pandanganya lurus ke depan. Raut
wajahnya tampak segar dan ceria, sorot matanya jernih dan tajam dengan seulas senyum
tersungging dibibirnya. Terdengar gumamannya yang lirih namun jelas, "Ya Tuhan,
terimakasih atas anugerah amat berharga yang telah engkau berikan. Perkenankan aku
berbagi kebahagiaan ini dengan hamba-hambamu yang lain."
*****
Pembaca yang budiman, teman-teman pengunjung sivalintar.com, itulah kisah pengalamanku,
"kisah si gembala domba penderita manic depressive".
Terimaksih atas kesediaan anda sekalian untuk membaca kisah sederhana ini. Aku berharap
kisah ini bermanfaat bagi siapa pun yang membacanya.
Apakah anda sudah membaca kisahku ini secara lengkap dari awal sampai akhir? Kalau sudah,
bagaimana kesan dan pesan anda? Kesan, pesan, saran, dan masukan silakan kirim ke e-mail:
info@ sivalintar.com.
Anda sudah lelah atau masih bersemangat? Jika sudah lelah, tutup saja dulu halaman ini!
Jika masih bersemangat, silakan buka halaman selanjutnya. Di halaman berikutnya aku
mencoba merancang sebuah metode terapi alternatif yang aku sebut "Terapi Inner Self"
disingkat "TIS".
Halaman :
1 -
2 -
3 -
4 -
5 -
6 -
7 -
8 -
9 -
10 -
11 -
12 -
13 -
14 -
15 -
16
|