Akhir di SMA, Bukan Akhir Deritaku



"Seorang yang takut gagal sebenarnya membutuhkan pengalaman gagal sebanyak-banyaknya. 'Praktik kegagalan' ini membuahkan banyak hasil. Bila ia gagal berulang kali, ketakutan akan gagal cenderung lenyap, karena ia akan mengetahui sungguh masih tetap hidup dan dunia benar-benar tidak kiamat."—David D. Burns


Kepercayaan Diri dan Sukses Sosial

Tak salah apa yang ditulis David D. Burns dalam bukunya Mengapa Kesepian (terjemahan bahasa Indonesia), "Sekali seseorang mulai lebih percaya diri, orang lain akan merasa (menilai) lebih baik. Ia akan masuk siklus suasana hati yang positif. Dan meningkatnya harga diri berarti membuka peluang dalam sukses sosial yang lebih besar." Beberapa tahun kemudian setelah aku membaca tulisan Burns tersebut, aku bisa membuktikan kebenaran pendapatnya. Begini ceritanya: semenjak aku aktif dalam kegiatan olahraga bola voli, seiring peningkatan kemampuanku sebagai seorang pemain sekaligus sebagai bagian dari tim, serta prestasi-prestasi yang berhasil kami raih, kepercayaan diriku meningkat pesat. Walaupun belum bisa digolongkan sebagai pemain hebat, aku cukup dikenal dikalangan para pemain dan penggemar bola voli di daerahku.


Sepenggal Kisah Asmara

Diantara pendukung tim kami, rupanya ada tiga orang gadis yang diam-diam mengagumiku, bahkan lebih dari itu. Wah, kalau sudah menyangkut soal perempuan mungkin ceritanya akan rada-rada romantis nih! Enggak apa-apa kan? Soalnya yang akan aku ceritakan ini masih ada kaitannya dengan aktivitas olahraga yang aku geluti. Dua dari tiga gadis tadi bahkan bisa dibilang agresip-mungkin hanya penilaian seorang pemuda pemalu dan pendiam seperti aku. Mereka berdua hampir selalu ikut jika aku mengikuti pertandingan persahabatan atau turnamen. Sebenarnya aku senang sih, menjadi lebih semangat karena ada 'suporter pribadi'.

Pernah suatu waktu, ketika tim kami berangkat untuk mengikuti turnamen, gadis yang pertama, sebut saja Ela, ikut denganku (membonceng sepeda motorku). Eh, tanpa setahuku gadis yang kedua sebut saja Susi, nyusul aku ke lokasi turnamen, dan dia ingin pulang denganku. Tentu saja aku bingung, bagaimana nanti pulangnya, masa harus aku bonceng dua-duanya. Saking bingungnya aku sampai harus minta saran rekanku, Eko namanya, penasihatku untuk urusan asmara.

"Ko, gimana nih aku bingung, nanti pulang sama siapa ya ?" tanyaku.

"Bawa aja dua-duanya!" sahut Eko seenaknya sambil cengengesan.

"Hey, aku serius nih!"

"Kalau nggak mau kedua-duanyanya, ya pilih salah satu!"

"Bukan begitu," sergahku, "Kalau bawa Ela, aku enggak enak sama Susi, kalau bawa Susi kasihan Ela. Gimana dong aku benar-benar bingung nih!"

"Sebenarnya yang kamu sukai siapa sih ?" tanya Eko serius.

"Yang aku suka sebenarnya Susi, Cuma aku kasihan sama Ela".

"Ya udah, kamu pulang sama Susi aja!"

"Ela gimana ?"

"Waktu berangkat kamu kan sama Ela, nah, pulangnya kamu sama Susi, adil kan?" Kata Eko.

"Tapi ....."

"Alaah.... udah! Ela biar aku yang bawa!" Sergah Eko, seraya berpaling memperhatikan pengumuman panitia turnamen.

Ternyata pertandingan akan segera dimulai dan kami semua harus segera mempersiapkan diri. Tim kami akan bermain di partai kedua melawan salah satu tim tangguh yang sering menjuarai berbagai turnamen. Sayang, hari itu kami harus menelan kekalahan di partai pertama, jadi kami pulang masih siang. Seperti saran Eko, aku pulang dengan Susi, walaupun perasaanku tidak enak sama Ela.

Pembaca budiman, kisah asmaranya dilanjutkan jangan nih?

Oke, akan aku lanjutkan, soalnya ini masih berkaitan dengan masalah kepercayaan diri.

Hari demi hari hubunganku dengan Susi, gadis pilihanku makin dekat, tak terasa hampir setahun aku menjalin hubungan dengannya. Anda masih ingat, waktu sekolah aku sulit akrab dengan perempuan? Jangankan ngobrol berduaan, menyapa saja aku tidak berani, malu! Waktu itu suka berpikir, "Bisa tidak ya, aku dekat dengan perempuan? Bisa tidak nantinya aku pacaran? Terus kalau sedang berduaan dengan sang pacar, aku harus ngomong apa?"

Aku suka "ngeri" kalau membayangkan soal pacaran. Namun, setelah aku jalani, kenyataannya tidak seseram seperti yang aku bayangkan. Buktinya hubunganku dengan Susi, "lancar-lancar saja". Maksudnya? Yang ini tidak bisa aku ceritakan, silakan anda tafsirkan sendiri. Yang pernah pacaran pasti faham apa arti kata "lancar-lancar saja"….he-he-he. Tapi mohon tidak ditafsirkan macam-macam!

Awalnya memang kikuk juga duduk berduaan dengan si dia. Kalau anda melihat, saat pertama kali aku apel kerumahnya, ketika aku ngobrol dengannya, mungkin lebih mirip seorang polisi yang sedang menginterogasi tersangkanya, tegang dan serius!

Akhirnya setelah melewati jalan panjang yang berliku, naik dan turun, kadang penuh kerikil, onak dan duri, atas izin Tuhan hubungan kami berlanjut sampai ke jenjang pernikahan.

Lagi-lagi aku bisa membuktikan kebenaran ungkapan psikolog, Dr Windy Dryden dan Jack Gardon dalam bukunya Berpikir Positif Untuk Kebahagiaan Hidup (Think Your way to Happines), "Hal terburuk dari semua bencana adalah ketakutan yang dilebih-lebihkan ketimbang apa yang ada sebenarnya. Kehidupan menawarkan frustasi yang tidak terhitung banyaknya bagi kita semua; tetapi teror, horor hampir seluruhnya merupakan isapan jempol dari imajinasi kita."

Kenyataan bukan hanya tidak seburuk seperti yang kita bayangkan atau kita takutkan, tapi kadang jauh dari yang kita bayangkan. Lebih tepatnya aku bisa mengatakan, apa yang kita takutkan atau kita cemaskan kenyataannya yang benar-benar terjadi hanya "50" persen saja, bahkan "0" persen. Aku sudah membuktikan hal ini berkali-kali. Mungkin itulah alasannya mengapa Burns menulis, "Seorang yang takut gagal sebenarnya membutuhkan pengalaman gagal sebanyak-banyaknya. 'Praktik kegagalan' ini membuahkan banyak hasil. Bila ia gagal berulang kali, ketakutan akan gagal cenderung lenyap, karena ia akan mengetahui sungguh masih tetap hidup dan dunia benar-benar tidak kiamat."

Orang yang takut gagal sebenarnya takut pada imajinasinya sendiri, takut pada bayangan kegagalannya sendiri. Ketika aku mencoba memberanikan diri, melakukan apa yang aku takutkan. Dan pada akhirnya membuatku tidak cemas dan takut lagi menghadapi kenyataan-tapi bukan berarti aku tidak takut sama sekali, rasa takut adalah manusiawi. Jadi, jika aku takut atau mencemaskan sesuatu aku katakan pada diriku sendiri, "Apa yang kamu takutkan tidak akan pernah terjadi! Jangan cemas atau takut, lakukan saja!"


Menggali Informasi dan Pengetahuan

Selain menekuni hobi olahraga bola voli, disaat yang sama aku terus mencari sebanyak mungkin informasi tentang depresi dan problem-problem kejiwaan lainnya. Aku membaca dan mempelajari buku-buku psikologi, artikel-artikel psikologi di surat-surat kabar dan majalah. Buku-buku psikologi dan guntingan artikel dari surat kabar dan majalah itu, masih aku simpan dengan rapi sampai sekarang. Setelah mempelajarinya dengan seksama, aku mencoba mempraktikannya. Hasilnya cukup bagus, aku mulai menyadari kekeliruan sikap, penilaian dan cara pandangku kepada diri sendiri dan orang lain. Aku senang membaca buku apa saja-bahkan sejak masih SD-termasuk buku-buku cerita, novel, buku-buku keagamaan, buku-buku ilmu pengetahuan dan buku-buku lainnya. Kesenanganku membaca ternyata sangat bermanfaat, selain menambah pengetahuan dan wawasan, membuka cakrawala pemikiran dan mengubah persepsi-persepsi yang keliru, membaca juga mampu mengikis pemikiran-pemikiran yang sempit dan kaku. Semua itu membuatku bisa melihat diriku dan dunia luar dengan sudut pandang yang lebih positif dan realistis.


Efek Psikologis Audio Visual

Di saat santai, aku suka memanjakan diri dengan mendengarkan alunan musik dan lagu-lagu favoritku. Aku paling suka lagu-lagu dangdut dan pop, tapi aku juga suka lagu-lagu daerah Sunda. Syair dan lirik lagu itu mampu menyentuh dan menggugah perasaan, membangkitkan gairah dan semangat. Alunan irama musik yang lembut membuatku rileks, sejenak melupakan problem-problem kehidupan dan menata kembali suasana hati yang carut-marut tak karuan.

Kalau ada waktu, aku juga suka nonton film-fim yang menarik dan berbobot, terutama film-film bertema drama. Kadang aku merasa terwakili oleh karakter salah satu tokohnya atau jalan ceritanya. Saat nonton film, aku bisa mengamati bagaimana si tokoh mengatasi dan menyelesaikan konflik-konflik dalam diri dan lingkungannya. Bukankah cerita film diilhami cerita kehidupan di dunia nyata. Banyak juga cerita film yang diangkat dari kisah nyata tokoh-tokoh terkenal atau kisah nyata orang-orang yang istimewa. Dengan menonton film, aku bisa belajar dari pengalaman orang lain-pengalaman yang imajinatif sekalipun. Belajar bagaimana orang lain menghadapi dan menyelesaikan problem-problem kehidupannya.

Suatu hari, aku nonton film di bioskop yang tinggal satu-satunnya di kota Subang. Siang itu aku nonton sendirian. Film produksi Hollywood itu mengisahkan seorang pemuda miskin yatim-piatu yang tinggal di sebuah kota kecil di Amerika Serikat. Jhon, si pemuda miskin yang pendiam dan tertutup itu, hidup di jalanan yang penuh kekerasan, di mana hukum rimba berlaku, yang kuat yang menang. Namun, dibalik penampilan dan karakternya yang sederhana, dia memiliki potensi untuk menjadi petinju hebat. Bakat alamnya terlihat oleh mata jeli seorang pelatih tinju ternama, ketika Jhon dikeroyok beberapa orang pemuda berandalan, di salah satu sudut jalan kota yang kumuh dan gelap. Jhon mampu mengalahkan kelompok berandalan tersebut dengan tinjunya yang keras dan mematikan.

Sang pelatih mengajak Jhon ke sasana latihan tinjunya. Jhon dilatih dan digembleng untuk menjadi petinju tangguh. Jhon pun berlatih dengan keras dan disiplin, kaena ia berharap, berlaga di ring tinju bisa merubah nasibnya. Bakat alam yang dimilikinya, ketekunan dan kegigihannya berlatih mengantarkannya menjadi petinju tangguh dan ternama. Limpahan dolar pun terus mengalir, sebagai imbalan atas prestasinya di ring tinju. Namun, kesuksesan tidak membuat Jhon besar kepala, ia masih Jhon yang pendiam, tertutup dan rendah hati. Begitu ceritanya.

Saat keluar dari gedung bioskop, aku merasa menjadi pribadi yang berbeda. Aku merasa lebih percaya diri. Aku terkesan dan tergugah oleh kisah si petinju pendiam itu. Aku berpikir, seseorang yang berkarakter pendiam dan tertutup, juga bisa sukses jika mampu menggali dan mengembangkan potensi yang dimilikinya. Aku pikir, mungkin aku juga bisa, dengan cara yang berbeda, sukses seperti sang tokoh film itu.



Di bawah sub judul "Sepenggal Kisah Asmara" aku memasang ilustrasi sebuah fhoto wanita cantik yang sedang menangis. Bukan maksudku menampilkan sesuatu yang vulgar. Ada alasan spesifik mengapa aku memilih fhoto tersebut.
Pertama, ketika pertama kali melihatnya (di www.kompas.com) aku melihat fhoto yang natural, dengan warna yang tajam, mencolok namun segar.
Kedua, saat memandang wajah wanita cantik ini, aku seperti melihat pesona kecantikan kekasihku—wanita yang sangat aku cintai—enam tahun yang lalu. Sekarang dia menjadi istriku dan telah memberiku seorang putri kecil yang cantik, yang tak kalah cantik dari ibunya.
Anda sekalian mungkin menganggap ini berlebihan, tapi itulah yang saya "lihat" dari fhoto itu.






Halaman :   1 -  2 -  3 -  4 -  5 -  6 -  7 -  8 -  9 -  10 -  11 -  12 -  13 -  14 -  15 -  16



  Home  |  < halaman 14  |   halaman 16 >>
[ 15 ]